KONSERVASI CHINATOWN SINGAPURA

Masa Awal Konservasi di Singapura

Konservasi Chinatown Singapura diprakarsai oleh URA (Urban Redevelopment Authority). Singapura merupa kan negara yang ketat dalam menerapkan aturan konservasi. Hal ini dikarenakan Si ngapura pernah melakukan kesalahan yaitu menghancurkan sebagian bangunan-bangunan bersejarahnya karena lingkungan tersebut d ianggap kumuh. Bangunan-bangunan lama te rsebut didemolisi dengan tujuan ekstensifikasi lahan yang akan digunakan untuk membangun permukiman baru. Hal ini disebabkan karena pada tahun 1960 Singapura sedang me ngalami masalah besar dengan kebutuhan hun ian yang tinggi, kepadatan penduduk menin gkat sedangkan lahan yang terbatas. Barulah pada tahun 1970

Prinsip dasar yang diterapkan konservasi di Singapura adalah adalah 3R : maximum Retention, sensitive Rest oration, careful Repair. Quality of Restorati on yang dimaksud adalah lebih dari sekedar menjaga keaslian fasad bangunan dan fisik kulit bangunan, tetapi juga mempertahankan keaslian suasana bangunan tersebut. Untuk dapat memahami hal ini maka kita perlau melakukan telaah mengenai sejarah kawasan serta nilai budaya yang dimiliki oleh kawasan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Elemen arsituktural berperan dalam membentuk townscape lingkungan atau dalam hal ini keberagaman dan variasi visual lingkungan.. Elemen bangunan yang menjadi perhatian konservasi di Singapura adalah :

 

  1. Atap

 

  1. Dinding bangunan
  2. Struktur
  3. Airwells
  4. Rear Court

 

  1. Daun Jendela

 

  1. Railing tangga
  2. Fasad Bangunan

 

Setiap detail arsitektural tersebut tidak boleh ada yang berubah. Kalaupun berubah maka hanya strukturnya saja yang boleh berubah. Detail arsitektural dalam hal ini termasuk tekstur, warna, bentuk hingga papan nama. Semua hal itu diatur oleh URA dalam conservation guidelines. Sedangkan benda-benda utilitras seperti air conditioner dan fan tidak boleh diletakkan pada muka bangunan cukup hanya dibelakang saja atau pada jalur servis.

 

Selain elemen arsitekturalnya, fungsi bangunan juga harus sama seperti aslinya, karena perubahan fungsi dapat mempengaruhi pula fasad bangunan tersebut. Menurut guidelines yang dikeluarkan oleh URA, fungsi asli bangunan (misal residensial atau komersial) selalu lebih baik.

 

Pada masa awal konservasi, bagian yang menjadi sample adalah Neil Road yang berlokasi di Tanjong Pagar. Revitalisasi yang diupayakan bermula dari restorasi bangunan shophouse yang telah rusak. Restorasi tersebut meliputi elemen fisik luar bangunan yakni atap, dinding, railing pagar dan pilar. Upaya restorasi tersebut diusahakan benar-benar untuk sama seperti keadaan aslinya.

 

Setelah merestorasi bangunan-bangunan yang telah hancur barulah URA menerapkan penetrasi fungsi pada kawasan dengan harapan hal tersebut dapat menjadi generator kehidupan Chinatown.

 

Strategi pengembangan Chinatown sebagai Daerah Tujuan Wisata dan Kawasan yang Multi-fungsi

 

Pengembangan distrik dan upaya place making Chinatown merupakan manifestasi kepemilikan properti. Partisipasi sosial dalam rangka memperbaiki citra kawasan hanyalah

sebagai prosedur dalam proses perencanaan saja. Sebaik apapun usaha untuk menciptakan struktur sosial, menerapkan prinsip perancangan kota yang baik (fungsi campuran, konservasi kawasan bersejarah, streetblock) namun jika pihak pengembang tidak mampu membuat strategi dan mengelola kawasan dengan baik maka sama saja dengan kegagalan. (Zhu, 2007)

 

Hal ini erat kaitannya dengan siapa stakeholder yang dominan, yaitu pemerintah. Pemerintahan Singapura merupakan pemerintahan top down di mana pemerintahlah yang memegang semua peranan pengaturan negara termasuk dalam penataan kota. Dengan adanya kendali utama pada pemerintahan maka masalah-masalah seperti akuisisi lahan, kontrol konservasi lingkungan dan fungsi-fungsi yang bisa dipenetrasikan pada lingkungan bisa diawasi secara penuh dan lingkungan terbangun bisa tetap dalam keadaan yang baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lahan yang diakuisisi oleh pemerintah untuk dikelola Sumber : Place remaking under property rights regimes

 

 

Ketika Singapura diberi kemerdekaan pada tahun 1965, pemerintah memegang kendali pada pengadaan public housing dan pengelolaan properti. Dengan adanya

 

Acquisition Land Act (1966) maka untuk kepentingan publik pemerintah mengakuisisi sejumlah lahan yang pada lahan tersebut akan dibangun fasilitas hunian bagi publik maupun komersial. Undang-undang tersebut mengatur apa saja yang berhak diakuisisi oleh pemerintah untuk tujuan pemenuhan kebutuhan publik dan komersial.

To ensure development, landlords were given up to one year from the day of gazette to submit to the authorities plans for redevelopment and up to three years to beginwork on approved plans. They were given six months to notify the authorities of their inability to redevelop. Any landlord failing to comply with these provisions faced the possibility of having his property acquired by the state” (URA, 1989, page 13).

 

Peraturan tersebut mengindikasikan adanya kontrol yang ketat terhadap pengelolaan distrik bersejarah sebagai daerah konservasi. Kemudian untuk bagian distrik yang sangat kental nuansa lokalitasnya oleh URA dijadikan sebagai inti dari distrik tersebut.

 

Upaya konservasi juga bertujuan untuk mendukung pariwisata di Singapura. Dalam hal ini lembaga yang memiliki kewenangan mengelola adalah Singapore Tourism Board. Semangat tourisme yang ingin dibangun adalah membangun kembali Chinatown dengan memasukkan fungsi-fungsi baru. Selain upaya konservasi lingkungan dan arsitekturalnya STB juga menyajikan skenario kesenian dan budaya sebagai festival dan pertunjukan.

 

yang telah ditetapkan oleh URA. Pengembangan tersebut dilakukan secara 3 tahun dengan harapan akan dapat meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata.

 

 

 

Skenario pariwisata tersebut antara lain :

 

 

  • Menjadikan distrik tersebut sebagai lokasi pusat-pusat budaya dan kesenian.
  • Adanya jalan-jalan yang bertema

 

  • Membangun estetika lingkungan, pencahayaan dan landscaping sehingga lingkungan menjadi atraktif untuk dikunjungi turis.

 

  • Selain itu terdapat pula festival-festival yang dijadwalkan setiap musimnya. Festival ini diskenariokan sebagai upaya menghidupkan kultur lokal sebagai identitas budaya kawasan juga untuk mengidupkan public space di Chinatown.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Area yang diberi status konservasi

 

Sumber : Place remaking under property rights regimes: a case study of Niucheshui, Singapore, 2007

 

Selain itu STB juga menyajikan zona-zona yang tematis pada distrik tersebut. Konsep itu kemudian didukung pula oleh penyediaan sarana fisik pedestrian, lampu-lampu, street furniture dan lain-lain sehingga suasana Chinatown terbangun. Hal ini tentu juga tetap harus sejalan dengan Guidelines

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Titik-titik sentra komunitas

 

Sumber : Place remaking under property rights regimes: a case study of Niucheshui, Singapore, 2007

 

Akses dan sarana transportasi publik (MRT) merupakan faktor pendukung agar orang menjadi mudah mencapai kawasan. Stasiun MRT terdapat pada Kreta Ayer. Selain itu distrik ini juga dilalui oleh jalan besar yaitu New Bridge Road yang menghubungkan distrik dengan tempat lainnya.

Kegiatan pariwisata saja tidak cukup untuk menghidupkan kawasan. Agar tercipta kawasan yang memiliki keberlanjutan aktivitas maka URA juga membuat pengembangan perumahan pada distrik tersebut. Penetrasi fungsi hunian paling banyak diterapkan pada Kreta Ayer. Dengan hal ini maka distrik tersebut merupakan distrik bersejarah yang memiliki fungsi campuran dan mengalami pergeseran dari fungsi aslinya dari fungsi hunian sekaligus komersial menjadi fungsi campuran.

 

Selain melakukan pengelolaan fungsi dengan baik, STB juga mengangkat isu keberagaman etnik sebagai daya tarik pariwisata. Masalah sosial dan etnis sesungguhnya merupakan isu sensitif di Singapura. Singapura memiliki 3 etnis dominan antara lain etnis Tionghoa (76,8%) Melayu (13,9) India (7,9%) dan lain-lain (1,4%) (Zhu, 1996). Dengan dominannya etnis Tionghoa (atau dalam hal ini Peranakan, campuran antara China dengan Melayu) maka timbul semacam kekhawatiran bagaimana jika etnis tersebut menjadi identitas utama pada negara. Maka strategi STB disini adalah mengangkat isu keberagaman etnis sebagai kekayaan dan modal bagi pariwisata, yaitu dengan mempresevarsi bangunan yang memiliki kekayaan langgam serta menghidupkan nilai-nilai kultural untuk identitas masing-masing kawasan (dalam hal ini khususnya etnis China / Tionghoa) untuk menunjukkan bahwa setiap etnis hidup dalam keberagaman dan harmonis.

 

Strategi yang diterapkan oleh STB tersebut berhasil dengan bukti bahwa setiap kawasan konservasi, termasuk Chinatown dalam hal ini, menjadi ramai sebagai daerah destinasi wisata. Dari studi yang pernah dilakukan, wisatawan datang ke Chinatown adalah untuk menikmati atmosfer yang berbeda yaitu melalui momen-momen budaya serta kekayaan arsitektural di tempat tersebut (Zhu, 1996).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hasil penggalian data dengan responden mengenai apa alasan orang datang ke Distrik Chinatown

 

Dengan preservasi sosial, kultural dan juga lingkungan fisik yang mengangkat lokalitas, orang dapat menikmati suasana yang berbeda. Ketiga hal tersebut membentuk identitas yang kuat pada distrik atau dalam hal ini adalah membentuk genious loci pada kawasan. Genious loci membangun sense of place dan ikatan emosional bagi manusia untuk merasakan suatu tempat sebagai bagian dari dirinya (Cullen, 1961). Sense of place merupakan alasan bagi orang untuk selalu datang dan menikmati tempat.

 

Dapat disimpulkan bahwa lima pendekatan utama pengembangan Chinatown adalah :

 

  1. Pengelolaan properti melalui political will pemerintah

 

  1. Nilai kesejarahan dan budaya yang diangkat

 

  1. Kelayakan pasar (market feasibility),

 

  1. Kekayaan dan nilai arsitektural

 

  1. Penataan lansekap

 

Untuk melaksanakan lima pendekatan tersebut maka STB sebagai pemilik skenario pengembangan pariwisata harus bekerja sama dengan badan pemerintah lainnya dan sektor

swasta (developer). Kerjasama itu antara lain melibatkan badan-badan tersebut untuk merencanakan bersama. Antara lain :

 

  1. Urban Redevelopment Authority,
  2. Land Transport Authority,
  3. National Parks Board,

 

  1. Land Office,
  2. Public Works Department,
  3. National Heritage Board
  4. Trade & Industry, Law, Information

 

  1. The Arts Environment Ministries. Alasan kerjasama adalah untuk

 

mengkonservasi distrik dan menjadikannya sebagai daerah tujuan wisata membutuhkan banyak infrastruktur dan melibatkan banyak pihak. Maka dalam hal ini juga terdapat kerjasama antara sektor publik dengan privat namun kendali utama tetap saja pemerintah.

 

IV.3. Pembangunan Struktur Sosial dalam Revitalisasi Chinatown Singapura

 

Upaya revitalisasi selain membangun kembali lingkungan fisik yang mengalami penurunan kualitas fungsi, memasukkan fungsi-fungsi baru yang menjadi generator kehidupan kawasan, juga merupakan upaya untuk menghidupkan kembali kehidupan sosial yang berada pada kawasan tersebut. Kehidupan sosial yang berkelanjutan amat penting peranannya dalam menjaga kesinambungan kehidupan dalam sebuah kawasan, karena masyarakatlah yang akan menjalankan peran sebagai subjek pada kawasan tersebut.

 

Sesungguhnya ketika fungsi komersial dan hunian telah dimasukkan dan terjalin interaksi sosial antara masyarakat dari tiap-tiap fungsi maka berarti kehidupan sosial telah terbentuk. Namun pada konteks Revitalisasi Chinatown Singapura sebagai distrik bersejarah hal ini memiliki nilai yang berbeda. Sebagai distrik dengan latar belakang kehidupan etnis Tionghoa, Chinatown Singapura tidak lagi memiliki orisinalitas dari segi kehidupan sosialnya (Widodo, 2009). Hal ini disebabkan karena pada masa pasca Perang Dunia kedua, Chinatown telah ditinggalkan oleh sebagian besar penghuni aslinya.

 

Faktor lainnya yang menjadi penyebab adalah dalam upaya konservasi tersebut pemerintah mengakuisisi lahan pada distrik sehingga hak milik pada lahan adalah pada pemerintah, bukan lagi individu. Dan dalam segi regulasi singapura, pemerintah berhak untuk mengakuisisi sebuah lahan jika ada tujuan untuk kepentingan publik atau negara. Dan mengingat motif revitalisasi kawasan adalah untuk mendongkrak pariwisata Singapura karena pariwisata merupakan sumber pemasukan keuangan negara. Hal ini menyebabkan pemerintah bebas untuk melakukan perombakan secara total pada kawasan, ibaratnya adalah mencuci bersih-bersih kawasan tersebut lalu kemudian membangun dan mengisinya dengan yang baru secara total juga. Sehingga hal lama yang tersisa hanyalah fisik arsitekturalnya saja. (Widodo, 2009)

 

Faktor lainnya adalah semangat pemerintah untuk membaurkan kelas sosial yang ada di Singapura dari segi etnis maupun kelas ekonomi. Maka dalam hal ini banyak warga yang pindah ke permukiman baru (terutama inlanded housing yang dikembangkan oleh HDB Singapura) untuk membaur dengan kelas sosial lainnya. Hal ini juga disebabkan pemerintah ingin menghilangkan sentimen ras dan kelas ekonomi dalam kehidupan sosial.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber :

https://www.academia.edu/10946846/REVITALISASI_CHINATOWN_SEBAGAI_KAWASAN_BERSEJARAH_ETNIS_TIONGHOA_DI_SINGAPURA

 

By Vandi Adi Nugraha

Tinggalkan komentar