Konservasi Lawang Sewu, Semarang

Konservasi Lawang Sewu, Semarang

Tahapan Revitalisasi Gedung Lawang Sewu tahun 2009 – 2011

Berdasarkan trilogi teknik konservasi tentang :

  1. Pemahaman tentang kaidah dan estetika konservasi (nasional maupun internasional)
  2. Pemahaman tentang factor-faktor intrinsic dan ekstrinsik penyebab kerusakan dan pelapukan bangunan
  3. Perlakukan metode diagnostic dalam melakukan kajian-kajian teknik konservasi

Maka setelah pekerjaan pendataan kerusakan bangunan A dan C, gedung Lawang Sewu direkomendasikan langlah-langkah lanjutan yang seyogyanya dilaksanakan :

  • Tahap I : Melakukan pendatanaan kerusakan bangunan B dan bangunan pendukung lainnya
  • Tahap II : Melakukan Studi Kelayakan Konservasi. Secara strategis diperlukan sebagai pemandu mencapai sasaran akhir sebuah pekerjaan pelestarian. Menyangkut kajian Sejarah Sosial, Budaya, Hukum, Ekonomi dan Pemasaran, Lingkungan, Fungsi Baru (re-use/adaptive use), Arkeologi – Arsitektur (bahan bangunan, struktur bangunan, proses degradasi bahan) serta Studi Teknik Konservasi.
  • Tahap III : Stakeholder Forum dan Sosialisasi. Upaya mewadahi pikiran-pikiran cerdas dan kreatif dalam upaya melestarikan bangunan Lawan Sewu agar menjadi sumber daya budaya yang mampu menumbuhkan pengetahuan dan ekonomi masyarakat.
  • Tahap IV : Melakukan Perencanaan Konservasi (Teknis / Non Teknis), manajemen dan teknis konservasi yang sesuai dengan Studi Kelayakan Konservasi dan Studi Teknis Konservasi serta rumusan stakeholder forum.
  • Tahap V : Tindakan Teknis Konservasi (Teknis / Non Teknis) sebagaimana yang telah ditentukan.
  • Tahap VI : Pasca pelestarian. Sosialisasi lanjutan tentang pemanfaatan bangunan

Gedung Lawang Sewu bagi masyakarat dan petunjuk pengelolaan gedung Lawang Sewu bagi pengelola bangunan. Menyadari bahwa warisan ini pada dasarnya tak terbarukan (non renewable) dan perlahan tapi pasti akan punah, upaya pelestarian menjadikan para pemerhati yang peduli akan nilai dan manfaat warisan budaya berupaya dan berpikir positif bahwa masyarakat membutuhkan pembelajaran dan pembuktian. PT Kereta Api (persero) dalam konteks sisem kebudayaan juga semakin dituntut untuk menjadi pelopor di bidang heritage management, salah satunya adalah melestarikan warisan budaya dilingkungannya sendiri sebagai bentuk upaya memperkokoh jati diri perusahaan sekaligus sebagai bentuk Corporate Social Responsibilitykepada masyarakat.

Hal – hal yang telah dikerjakan :
I. Melakukan inventarisasi benda cagar budaya (bangunan dan non bangunan).
II. Untuk program nangunan ditetapkan pemugaran/perawatan Gedung Lawang Sewu
III. Tahapan yang dilakukan :

  1. Pendataan Kerusakan, bekerjasama dengan Pusat Studi Urban Unit Heritage Universitas Katolik Soegijapranata
  2. Awal Juni 2009 dilakukan uji praktek pekerjaan pemugaran pada beberapa ruangan dipandu oleh Paul Hunter dari New York University
  3. Awal Juni 2009 mengajukan ijin perbaikan / perawatan ke Dinas Tata Kota Pemkot Semarang, dengan menyelesaikan beberapa kewajiban ; a. Pembayaran PBB
    Rekomendasi dari BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) Jawa Tengah
  4. Juli 2009 melakukan kerjasama dengan BP3 untuk melakukan studi teknis perbaikan Gedung Lawang Sewu sekaligus untuk memenuhi syarat perijinan.
  5. Telah dilakukan tahap awal perbaikan hall dan lobby Gedung A (bagian atap dan dinding) sebagai uji bahan & uji teknis pengerjaan
  6. September 2009, ijin dari BPPT (Badan Pelayanan Perijinan Terpadu ) Pemerintah Kota Semarang untuk perbaikan dan perawatan Gedung Lawang Sewu. Sehingga setelah ijin keluar, maka dimulailah perbaikan dan perawatan Gedung Lawang Sewu tahap selanjutnya, melalui Proses Lelang.
  7. Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu Zona A akan bekerjasama dengan Departemen Perdagangan Republik INdonesia
  8. Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu Zona B akan dikomersialkan
  9. Sistem management Gedung Lawang Sewu akan dikelola secara profesional terkait perawatan gedung, keamanan, promosi dan pemasaran oleh Unit Pelaksana Teknis dan seluruh pendapatan komersial merupakan pendapatan Daerah Operasi 4 Semarang

Rancangan
Denah bangunan mirip hurul L, membentuk halaman dalam (inner courtyard) di belakang bangunan. Di ujung tenggara halaman itu terdapat bangunan percetakan, ruang mesin dan tempat sepeda. Sesuai dengan filosofi NIS, direksi NIS memberi arahan bahwa bangunan itu di satu sisi harus mengesankan kesederhanaan tapi di sisi lain juga harus dirancang dengan baik. Sebagai catatan, filosofi yang sama juga nanti dipakai dalam perancangan stasiun Semarang Tawang. Pengecualian di kantor NIS adalah pada ruang penerima (entrance hall) di sudut bangunan yang sengaja dirancang megah.

Mengacu pada design arsitektur Indies, gedung ini dikelilingi selasar depan dan belakang (voorgalerij dan archtergalerij) untuk melindungi bangunan dari sinar matahari secara langsung. Ditengah-tengah bangunan membujur pula sebuah selasar lagi. Selain sebagai jalur lalu lintas antar ruang, selasar tengah yang bermuara di ruang penerima dan tangga utama juga berfungsi sebagai saluran udara untuk mendinginkan udara di dalam bangunan. Dalam sistem sirkulasi udara gedung ini, ruang penerima berfungsi sebagai cerobong udara untuk menyalurkan udara panas ke luar. Selain sirkulasi udara, curah hujan tropis yang lebar juga mendapat perhatian dari Jakob F Klinkhamer dan BJ Ouendag.

Atap dibuat sedemikian rupa sehingga agar kedap air, sekaligus untuk membuat ruang atap (solder atau attic) tetap dingain. Menjaga ruang di bawah atap tetap kering dan sejuk menjadi penting karena dokumen arsip disimpan di sini. Solusi yang dibuat adalah dengan membuat atap ganda di atas ruang-ruang kantor, sebagai atap dalam, di bawah permukaan atap luar. Ruang di bawah dua bidang atap tersebut terlihat dari luar sebagai deretan bukaan yang ditutup kisi-kisi, diselingi jendela-jendela untuk menerangi ruang di bawah atap.

Aliran udara di ruang di antara kedua bidang atap diperlancar dengan adanya menara-menara ventilasi di puncak atap. Peletakan kamar mandi dan toilet karena pertimbangan kesehatan dibangun agak jauh di belakang, juga mengikuti kebiasaan di masa itu. Kamar mandi dan toilet dilihat sebagai tempat yang selalu lembab sehingga potensial menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit sehingga harus dijauhkan dari ruang-ruang lainnya.

 

Proses Pembangunan

Peletakan batu pertama pada 27 Februari 1904 diawali dengan upacara selamatan. Yang pertama kali dibangun adalah rumah penjaga (concierge) dan percetakan, yang digunakan sebagai kantor untuk Direksi NIS selama pembangunan masih berlangsung. Pembangunan gedung utama masih menunggu perbaikan struktur tanah. Jenis tanah di lokasi tersebut setelah ditest ternyata tidak mampu mendukung bangunan sebesar dan seberat itu. Tanah harus diperbaiki dengan menggali sampai 4 meter dan menggantinya dengan lapisan pasir vulkanis. Proses ini tentu saja memakan waktu dan biaya. Pada 1 Juli 1907, kantor NIS ini selesai dibangun. Tanpa upacara peresmian, gedung itu segera dguakan. Selama masa pembangunan, setiap hari dikerahkan sekitar 300 pekerja.

 

SUMBER :

http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=144%3Arevitalisasi-lawang-sewu&catid=53&Itemid=143&lang=id

http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=273&Itemid=249&lang=id

http://id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu

http://shie-arch.blogspot.co.id/2012/06/konservasi-arsitektur.html

By Vandi Adi Nugraha

Tinggalkan komentar